Minggu, 12 Oktober 2014

Anniversary dan Pedagang Minuman di Monas


Malam ini banyak sekali kisah dan kejadian yang ingin ku tulis dan ku share kan, entah mulai darimana. Hari ini tepat 4 tahun 10 bulanan ku sama si Boim, cowok jelek dan menyebalkan yang sudah ku kenal. Rencananya kita mau merayakan Anniversary kita, tapi tunggu dulu.. sejak kapan anniversary jadi tiap bulan? Yah sejak kita akhirnya gak menyandang status LDR lagi setelah 4 tahun aku kuliah di Jogja dan dia di Jakarta. Hari-hari ini menjadi penting buat kita, sampai tanggal 12 entah bulan apapun yang penting tanggal 12 kita merayakan. *sebetulnya agak lebay juga sih

Anyway, si doi rencana mau mengajak makan abis pulang kuliah di hari minggu jam 8 malam. Nyokap yang biasa overprotective sama anak gadis satu-satunya ini, biasanya tanya panjang lebar kita mau kemana, pulang jam berapa dan sebagainya. Hihihihi berhubung ada rapat pemilihan RT, kita bisa bebas pergi tanpa ditanya macam-macam. Tapi yang buruknya jalanan gang Jakarta yang sempit ditutup buat hajatan RT. Akhirnya si doi muter-muter cari jalan supaya sampai ke rumah gue, pendek cerita si doi berhasil nih ke rumah dengan muter-muter terlebih dahulu. Sampai di rumah, Boim bawa kantong kresek bertuliskan “Pojok Busana”, sebetulnya aku tau sih, itu kresek isinya apaan dan untuk siapa (ngarep.com)

“Kamu ngapain bawa kantong plastik? Mau jahitin baju sama mamah?” (kebetulan mamah penjahit) tanya ku
“Gak. Aku beliin ini buat kamu. Buka aja,” kata Boim
(bungkusan dibuka) “Apaan nih? Buat siapa blazer kerja? Buat aku? Alhamdulillah makasih ya sayang,” #aseek..aseekk..jos..
“Ya cobain dunk, muat ga. Besok kan kamu ada interview di M*C, nah lain kali tampil rapih kayak kantoran”, kata Boim
“Aduh aku tuh ngelamar jadi wartawan, bukan orang kantoran yang penting sih pakai kemeja juga udah sopan sebenarnya, tapi makasih ya” jawab ku
“ya sekali-kali tampil beda gak apa-apa kan” kata dia.

Setelah obrolan singkat, langsung aja kita ke tujuan semula, CARI MAKAN. Udah aku bela-belain gak makan dari siang buat nunggu dia pulang kuliah dan akhirnya datang juga momen itu. Meluncurlah kita ke soto ceker kesukaan ku. Karena tau betul kesukaan ku ceker ayam, si doi ngasih semua ceker ayamnya ke aku, jadi ceker ayam dalam mangkok punyaku itu ada dua porsi.. wahh puas banget makannya deh. Heheheh

Sehabis makan, kita bingung mau kemana, akhirnya si doi ngajak ke monas dengan jalan yang berbeda karena mau cari suasana baru alias pengen lama-lama di jalan. :P

Alhasil kita nyasar ke tempat parkir monas yang gak biasanya, disana sepi gelap, banyak pohon kayak hutan, dan yang lebih parah ada penampakan orang pacaran. Waduh! Pada ngapain tuh ya ditempat begonoh?

Sampai disana ternyata ada semacam pasar malam, aku ngajak jalan cepet-cepet melewati jalanan monas yang sepi, gelap, dan kayak hutan gitu ke keramaian pasar malam. Sampai di daerah yang terang dan ramai, boim liat ada daster batik ibu-ibu dijual diantara orang dagang lainnya.
“Eh iya yank, mamah ku minta dicariin daster” kata boim
“Yaudah cari aja yuk kesana” ajak ku

Singkat cerita nih, itu daster sebetulnya harganya Rp. 35 ribu tapi masih kita tawar Rp. 30 ribu hasilnya dapet juga 100ribu tiga, ada yang lengan panjang dan pendek. Yang dua buat mamahnya boim, yang satu buat mamah ku yang kebetulan juga lagi kepengen daster.

Setelah capek nyari daster, kita cari tempat duduk di sekitar. Tapi sesaknya pedagang membuat kita bingung untuk duduk dimana, alhasil kita kembali ke tempat gelap dan sepi itu.

Disana ternyata ada kursi taman yang diduduki beberapa pasangan remaja, biasanya monas atau kota itu ramai pengamen, tapi kenapa gak ada pengamen disini? Ah berarti aman nih dari gangguan pengamen dan kantong kering. Tapi koq, kenapa kursinya masih banyak yang kosong ya?? Biasanya kursi di taman monas itu rebutan buat pasangan-pasangan remaja layaknya anggota DPR. Ah sudahlah mungkin mereka sedang asik di pasar malam tadi, pikir ku.

Rasanya baru saja punggung ini disenderkan dari senderan bangku, tiba-tiba datang penjual minuman botol menawarkan jajakannya. Karena aku pengalaman kalau Monas itu pedagangya suka main tembak harga, kayak soto ayam yang satu porsi aja 20ribu padahal cuma kuah garam sama kol dan irisan ayam dikit banget, sama teh manis 5rb yang akhirnya makan berdua habis Rp. 50ribu untuk harga warung pinggir jalan pemirsa!! Makanya aku gak mau membeli minuman atau makanan disana, mending ketahuan beli di Indomaret atau Alfamart ya gak? Maklum belum kerja juga saya.. hehehe

Aku udah bilang “Gak bu, Maaf” kepada si penjual dua orang ini yang berlogat Madura. Si Ibu terus memaksa sambil membuka tutup botol teh botol.

Tak pelak langsung ku bilang “Bu saya udah bilang gak, kalau itu dibuka saya tetap gak mau minum apalagi bayar,” kesal ku

Eh si Ibu dengan logat Madura yang gak aku ngerti tetap maksa buka tutup botol. Yaudah si Boim akhirnya ngajak pergi dari tempat itu untuk pindah ke tempat lain. Si dua ibu penjual minuman ini ngoceh entah apa dengan bahasa Madura.

Sampai di tempat duduk yang kiranya aman dari penjual minuman yang maksa itu, kita duduk sengaja di belakang kursi orang pacaran juga (kebetulan kursinya melingkari pohon). Gak lama datang lagi pedagang yang berbeda yang menjajakan minuman botol juga.
“Neng haus neng, minum dulu gak apa-apa sama suami sebentar” kata dia
“Gak bu, makasih” jawab ku
Si ibu terus memaksa dengan membuka tutup botol Teh botol sosro persis yang dilakukan sebelumnya
“Bu saya udah bilang gak, kalau jualan jangan maksa dunk. Pokoknya saya gak mau bayar kalau dibuka” tegas ku kesal.

Si Boim lagi-lagi ngajak pergi dari tempat itu, lalu si ibu mencoba nawarin pasangan di belakang ku tadi. Pasangan remaja ini juga ikut-ikut pergi kayak aku dan Boim, tapi ke arah yang berbeda. Tiba-tiba si penjual tadi teriak “Aaaaaa….aaaaaa….aaaaa…” di tempat yang sepi dan gelap macam hutan itu, dan yang parahnya lagi, teriakan itu sahut-sahutan, saling nyambung antara pedagang satu dengan yang lain seolah memanggil temannya. Waduh bahaya nih kalau mereka nekat!

Aku langsung ke arah parkiran minta boim untuk pulang sekarang, walaupun sebenarnya boim mau ngomong banyak dan sok romantis gitu tapi malah jadinya dramatis. Di gerbang keluar Monas menuju parkiran, ada tiga orang satpol pp menatap ku tajam, karena merasa punya tatapan yang ga kalah tajam aku balik tatap dalam aja tuh satpol pp alias pelototin. Entahlah mungkin mereka kira aku berbuat macam-macam sama pedagang yang teriak kencang tadi (yang udah ngasih cipratan ke mereka mesikpun seharusnya mereka itu mengamankan pedagang liar di Monas karena bikin sampah!)

Sampai di parkiran, si Boim hafal juga kalau parkir di Monas juga biasanya asal nembak harga (di tiket parkir ga ditulis berapa tarifnya atau per jam-nya), kadang mereka minta 5ribu kadang bisa lebih dari itu. Boim ngasih uang ke aku tiga ribu buat parkir, katanya yang dua ribu dikasih di awal, kalau dia bilang kurang baru tambahin aja seribu. Dasar emang kelakuan cowok gue yang nyebelin, baru menyodorkan karcis parkir dan uang dua ribuan dia langsung tancap gas kencang dan menuju keluar tanpa menghiraukan si tukang parkir yang teriak “WOY BERHENTI WOY, KURANG NIH” hahahaha kelakuan, kelakuan…

Sebetulnya sih aku respect aja sama pedagang kecil seperti mereka (inget zaman mahasiswa suka demo dan menulis mengatasnamakan membela rakyat kecil). Tapi kalau caranya memaksa begini. Duh liat-liat deh, ini Jakarta semua orang bersaing hidup secara ganas agar tetap hidup, makanya cara halal-haram bukan lagi persoalan asal perut kenyang. Gak semua orang miskin perlu dibela dan dikasihani, apalagi modelnya macam gitu. Ada baiknya liat-liat kalau mau menolong orang, yang ada malah kebaikan kita dimanfaatkan.




Aku, Supir Taksi dan Penipu Jobseeker

Sudah genap dua bulan aku menjabat sebagai sarjana pengangguran sejak 10 Agustus 2014 lalu aku dinyatakan wisuda dengan predikat cumlaude. Segala macam jenis pekerjaan kecuali sales dengan bahasa keren marketing, account executive telah ku coba. Mulai dari yang sesuai jurusan sebagai jurnalis, sampai pekerjaan office menjadi admin atau resepsionis pun aku coba. Portal-portal khusus jobseeker pun sudah mulai ku kunjungi satu per satu lengkap dengan membuat resume layaknya menjual diri dan kemampuan ku. Entah lah, status seperti ini benar-benar menggangu sekali. Bukannya aku betah dengan status yang menggangu ketenangan jiwa dan pikiran ku, hanya saja ada beberapa pekerjaan yang tidak cocok di hati dan tidak cocok di HRD. Dua bulan ini ada yang ditolak dan ada pula pekerjaan yang ku tolak. Lengkaplah sudah!

Sampai pada akhirnya, sebuah pesan berantai datang melalui BBM (Blackberry Messenger), dalam pesan berantai itu berkata jika ingin mencari kerja klik saja okekerja.com. Di sana aku lantas mengetik kata kunci “Reporter” di dalam kotak pencarian, namun ternyata portal itu kurang relasi, atau apa entahlah tak ku temukan pekerjaan sebagai reporter. Pekerjaan sebagai admin akhirnya menjadi pilihan ke-dua ku setelah reporter tak ku temukan dalam kotak pencarian okekerja.com. Di sana muncul nama perusahaan PT. Vico Indonesia sedang mencari staff admin yang berkantor di Jakarta dan Balikpapan. Aku baca kualifikasinya, disana cocok dengan apa yang aku punya. Min D1 Wanita Fresh Graduate, fotocopy ijazah dan transkip nilai, lalu kirim by email cv dan pas photo ke alamat email recruitment_vico@dr.com. Tak pelak aku langsung mengirimnya, kali aja emang rezeki ku di sana.

Tepatnya tanggal 10 Oktober 2014, aku tak sengaja membuka email ku. Disana ku dapati ada 7 pesan baru, kebanyakan dari portal jobseeker yang aku ikuti info lowongannya, dan satu pesan dengan subyek “SURAT PANGGILAN KERJA PT. VICO INDONESIA”. Oh ya, sekedar mengingatkan jika PT. Vico Indonesia ini adalah perusahaan tambang dan minyak yang kepanjangannya dari Venezuella Indonesia Coorporate (VICO), di dalam iklan portal okekerja.com ditulis gajinya Rp. 8 juta+uang makan Rp.55 rb/hari. Untuk orang macam ku yang cukup lama menjomblo dari pekerjaan, tentu dengan gaji dan prospek minyak dan tambang langsung tergiur untuk mencoba apply di sana. Begitu dapat balasan, bisa kebayang kan bagaimana responnya?



Pertamanya aku di attach file sebuah undangan pdf resmi sebanyak 7 halaman. Lengkap dengan Logo, Kop surat dan nomor surat, bahkan ada Undang-undang izin perusahaan dari pemerintah. Sebelum melamar dan mengirim email, aku sempat cari tahu apa itu Vico Indonesia, dan ternyata mereka sudah terdaftar di pencarian kamus WIKIPEDIA. Yah langsung percaya aja aku untuk apply, ditambah gaji yang menggiurkan. Lalu, aku baca dengan seksama surat undangan, ada kata “Balikpapan” tempat test dan seleksinya, hal itu langsung mengendurkan ku untuk lanjut mengikuti seleksi. Aku tahu betul ibu ku tak mengizinkan aku bekerja selain di Jakarta, karena dia hanya tinggal dengan ku. Annyway, karena penasaran, aku lanjut baca sampai habis, dan ternyata ongkos perjalanan dan akomodasi disana ditanggung mereka namun dengan cara sistem ganti. Yah modal pesawat ke Balikpapan gak apa-apalah, kan nanti juga diganti, pikirku.

Aku lanjut membaca, ternyata mereka udah bekerja sama sama PT. Citra Mandiri Tour and Travel untuk reservasi tiket dan mobil jemputan ke tempat lokasi, jadi kita gak perlu tuh repot-repot nyari tiket pesawat dan tanya-tanya orang lokasinya dimana begitu sampai di Balikpapan. Mereka nunggu konfirmasi kita hari itu juga sampai jam 3 sore. Duh, makin dilematis. Di Rumah sendirian, mamah yang lagi kerja langsung ku telpon untuk segera pulang dan berunding mengenai ini. Ambil ga ya? Kalau ga diambil sayang banget, kalau diambil tapi koq jauh di Balikpapan?